untuk seseorang di masa depan

Zury Muliandari
3 min readOct 20, 2023

--

Photo by Sean on Unsplash

sayang, aku ingin bilang; aku tidak ingin menyanjung kedukaan atau terlampau betah jadi seorang melankolia yang hidup dalam bayang nestapa.

tetapi dukaku memang sebegitu luasnya. hingga sedikit sekali hal yang membuatku nyaman bicarakan sukacita.

bukan, bukan karena aku menolak bahagia. namun tiap kali debar itu datang, sesak dan resah di dadaku juga kian kencangnya ia melawan.

sayang, maaf bila kau jarang melihatku tertawa riang. sebab diam adalah damai bagiku.

maaf bila suasana keramaian bukan pilihanku menghabiskan waktu. karena denganmu, aku hanya ingin tenggelam dalam bahasa kesunyian.

tetapi aku bukanlah seorang anti sosial. aku menyukai konser musik, aku menyukai festival seni, bahkan aku cinta demonstrasi. aku suka untuk singgah sesaat saja dan menyerap energi mengagumkannya. lalu tetap butuh ruang untuk menepi, terhubung lagi dengan sunyi.

.

sayang, masa kecilku dihabiskan di kota kecil — di 0 kilometer Indonesia.

di sana, saat itu, aku melihat ibuku selalu tiarap sepulang kerja. sesaat akan ia masuk ke dalam rumah, ia punya kode-kode rahasia dan meminta anak kecilnya ini mengerti seluruh maksudnya; jauhkan diri dari jendela, masuklah ke dalam kamar, jangan keluar sebelum ibu pulang.

masa kecilku, beririsan dengan masa gerakan aceh merdeka masih giat-giatnya angkat senjata. karenanya, setiap hari kami dihantui kecemasan, walau aku sendiri tak paham apa yang sebenarnya kami cemaskan.

sayangku, usai GAM mereda. 2004 tiba dengan tsunami yang hebat melanda. saat itu aku baru masuk bangku sekolah dasar. sedang seru-serunya bermain boneka dan dalam sekejap keseruan itu berubah jadi air mata; duka yang abadi sekali bentuknya.

gempa, kuburan massal, mayat di sepanjang jalan, teriakan tangis di mana-mana.

ceritaku hitam. masa kecilku kelam.

singkatnya, tiba-tiba aceh disorot dunia. bantuan datang, trauma dipulihkan. hidup berjalan dengan secercah harapan.

hari-hari berlanjut hingga; orangtuaku bercerai.

kekerasan, perselingkuhan; dan tangisan lagi-lagi jadi memori paling banyak terekam di kepalaku.

sayang, saat itu aku merasa sangat sendirian. entah kenapa, serangan panik dan depresi rasa-rasanya sudah kurasakan setiap hari.

kelas 4 SD aku ikut ibuku kabur ke luar kota. kelas 5 SD, aku diminta setuju punya ibu tiri.

selanjutnya aku lupa bagaimana hidup berjalan. seperti ada kisah yang terhenti. seperti banyak harapan yang tadinya mulai tumbuh malah tega dipaksa mati.

kemudian aku berseragam putih biru.

1 semester kulalui dengan baik. semester kedua, ayahku bangkrut, rumah kami disita bank. ayahku jadi buronan polisi. ibuku dipecat. keluarga ibu dan ayahku marah besar. tak ada yang membantu. tak ada lagi pertolongan dan harapan yang biasanya datang tiba-tiba.

situasi memburuk, kami terpaksa merantau ke jakarta karena diusir dari kampung halaman. dampaknya; aku putus sekolah.

sayangku, faktanya aku pernah jadi gelandangan di ibu kota. suatu ketika aku naik angkot dan bilang pada ibuku, “ini sudah setahun aku tidak sekolah, aku mau sekolah!!”

ibuku hanya diam. dia hanya menyuruhku berdoa. padahal dia tau setiap hari aku menangis di sajadah karena minta pulang ke kampung saja.

jakarta begitu jahat saat itu. lantas karena berbagai alasan kami pindah ke kota hujan.

.

bogor menyambutku dengan tangisan-tangisan lainnya.

dengan perceraian-perceraian lainnya. dengan cerita nggak penting lainnya yang ternyata jadi jejak trauma terbesar.

singkatnya, aku bisa sekolah. walaupun sambil berdarah. sungguh ini bukan metafora, aku sedang bicara kenyataan, sayangku:’)

Allah maha baik karena aku diberi hak isitimewa; lanjut sekolah ke perguruan tinggi.

masa kuliah menawarkan sudut pandang baru. hidup seperti dimulai kembali. aku seperti diberi harapan lagi.

Januari 2022 aku lulus kuliah.

Januari 2023 aku diusir dari rumah.

tangisan lagi.

.

sayangku, apakah ceritamu juga serumit ini? aku ingin menyerah tapi juga ingin berserah. sayangku, lekaslah hadir ke ceritaku. kita buat awal yang baru. aku muak dengan hidupku.

tapi tidak, pikiranku tak sedangkal itu memintamu datang hanya untuk temani kerumitanku. mari berdoa agar garis temu — kau dan aku, dimudahkan pertaliannya.

Photo by Jeremy Wong Weddings on Unsplash

maka kelak jadilah imamku, jadilah penawar lukaku. jadilah lentera untuk gelapku, jadilah senyum setelah tangisku.

sayang, jangan terbebani bila nyatanya kau belum mampu tunaikan pintaku, sebab ini hanya doa.

ini hanya doa.

--

--

Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy