Titik Jenuh

Zury Muliandari
2 min readDec 16, 2020

--

pada titik ini, saya sedang jenuh dengan banyak kebodohan yang melekat dalam diri. sialnya, matematika hidup tak punya rumus untuk dibuat contekan saat ujian hendak dimulai.

sementara ruang itu kian hari malah menakutkan. pengawasnya? hantu di pikiran sendiri. lengah sedikit, habis dibuat cemas mati-matian.

padahal, semuanya cuma ilusi.

...

saya jenuh, dan kebodohan adalah sesuatu yang menyiksa.

katanya sudah dewasa? tapi kok terus-menerus mengulang kesalahan yang sama? kok susah diajak kompromi kalau urusan hati memang nggak pernah bisa dipaksa? kok masih pusing sama kehendak orangtua yang terlalu konservatif itu padahal sudah belajar untuk menerima bahwa individu terbentuk dan terdidik dari cara berbeda? kok masih latah buang waktu untuk sedih karena hal yang sia-sia? kok belum yakin kalau setiap hari adalah kejutan yang pasti bikin geleng-geleng kepala? kok bisa-bisanya takut sama kejadian yang bahkan belum ada? kok makin jauh sama agama? kok masih kalah sama trauma?

...

Dhia Asa , dalam puisinya yang berjudul "Mengasingkan Diri" menuliskan bahwa setiap hal akan mencapai titik jenuhnya. Dan masa telah menentukan ukuran untuk itu dalam hati masing-masing manusia.

Maka jika saatnya tiba, Asa akan mengasingkan diri ke dalam rimba kesunyian dan menelusur kembali jalan-jalan yang pernah ia pijak melalui jejak yang masih bisa ia kenali warnanya.

"Biru menyala, yang menjadi lentera dalam gelap rimba ini"

Jika sudah dirasa cukup, ia akan kembali setelah ritual tuai air mata dilakukan di atas tanah yang sebelumnya telah ia garis membentuk persegi.

"Dalam ritual itu, yang kubutuhkan hanya satu atau dua tetes air mata dari mata sebelah kiri"

Lalu ia hanya perlu terpejam, dan dalam sekejap kembali ke dunia ini.

...

2020 merupakan titik jenuh terpanjang yang pernah saya (pun tentu kamu) lalui. setiap hari hanyalah upaya untuk tersenyum dalam sinis tatapan bumi.

entah akan berakhir seperti apa, tetapi kemungkinan baik pastilah selalu ada (jika langkah dan hati kita mengarah ke sana) setidaknya begitu, yang kebanyakan orang percaya.

...

dan tentang rentetan kebodohan, saya lupa kalau setiap detik sedang sekolah. hanya saja digurui oleh prasangka, maka wajar jika kebenaran rasanya hampa.

Tulisan ini bagian dari proyek menulis bersama yusmar abdillah , RN Nabila , Andani

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

Responses (1)