suara dari belakang layar
untuk diabaikan:
tulisan ini tidak memuat kampanye politik walau penulisnya dengan tegas memilih paslon nomor urut satu.
tetapi apa yang berarti dari suaraku?
seseorang di sana bahkan menghentikan sambungan telepon kami sebelum aku mengucap, “halo?”
padahal telah lama aku menanti percakapan itu. percakapan yang tak memiliki bingkai hingga seringkali ia berkeliaran ke isu-isu aneh dalam hidup.
kabar terakhir, belum juga ia temukan nama tuhannya.
.
berisik sekali, layarku menampung kegaduhan beratus kepentingan. manakala kutanya pada diriku sendiri, “apa yang paling penting dari itu semua?” tak juga kujawab bagian milikku. barangkali aku hanya menyimpan mereka dan memastikan hidup tetap berjalan setiap harinya.
bagaimana cara merawat cinta di belakang layar? adakah ia minta sempurna atau tumbuh apa adanya? kapan mereka mulai menutup mata dan melihat dengan tenang jiwa?
.
tak apa, suaraku bergema dari belakang layar saja. di sini terasa aman dan sunyi. tanpa interupsi apalagi intervensi.
ribet, ya? dewasa mengajak bertualang saat inginku cuma diam. andai dulu bisa meminta, aku cukup sampai sembilan belas. karena dua puluhan adalah bunuh diri pelan-pelan. lebih sakit. lebih menderita. terutama untuk yang bersuara dari belakang.
bohong kalau aku tak punya ambisi di tengah jalan hidup yang kian kacau dan rusak ini. dan meski harapan itu dijual bebas di depan layar, tetap bagiku; mereka memuakkan.
.
alarm jadi teman yang berbunyi tanpa provokasi. ia hanya memanggil cahaya, memberi satu kesempatan lagi buat esok. apa artinya? tidak ada. tapi tidak juga sia-sia.
intinya aku tak perlu secangkir kopi untuk merasa utuh mendekap pagi. aku hanya perlu menyeduh air mata lebih sering dan menghangatkan kesedihanku yang dingin.
kepada seseorang di belakang layar;
jangan dulu mati.
— Jakarta, Januari, 2024.
