semoga kota itu terus memeluknya,
meski terlanjur —ia disetubuhi luka.
bila kota umpama kekasih,
maka tak mudah memilih yang tepat
untuk dibersamai sepanjang usia
untuk menapaki jalan-jalan rusak
dari sehelai bendera yang tamak
untuk rela menukar waktu
dengan kegelisahan di pagi sabtu
padahal tangisnya tak seberapa,
dibanding kesia-siaan dalam kata ‘percaya’
yang ia tahu;
ketenangan dapat terbakar di mana saja
di lampu merah, di kantor atau di rumah
di majelis ilmu hingga di tempat hiburan kelas bawah
konon air mata adalah alat transaksi yang biasa
semata jadi harga untuk membayar kemalangan hidup setiap harinya
di kota yang penuh kesakitan,
ia lupa mengenal nama manusia
sebab kian sibuk bertanya-tanya,
siapa yang lebih jujur dari seseorang yang bukan dirinya?
dan bila kota itu umpama kekasih,
ia hanya ingin bercinta
dalam kesunyian yang gulita
telanjang dengan luka-lukanya di sekujur tubuh — yang tak lagi sanggup menjadi rahasia.
Bandung, 12 Maret 2025