Juni dalam renjana

Zury Muliandari
2 min readJun 1, 2020

--

dini hari :

kau membuka baju kalender, dan juni sudah mendekap tubuh galaksi. meski pada hari ke lima belas nanti ia akan berada di titik terjauh bumi, bahkan tampak begitu kecil jika diamati dari planet ini. tetapi eyang sapardi kan sudah bilang, memang tak ada yang lebih tabah dari juni. dari hujannya, dari rintik rindunya, juga dari segala rahasianya.

kau lupa jika setiap tanggal satu diperingati sebagai hari lahir pancasila, namun kau ingat tanggal dua adalah hari lahirnya Tan Malaka, seorang lelaki yang namanya tega dicoret dari daftar pahlawan nasional dan harus tertembak mati oleh tentara milik republik yang didirikannya sendiri.

tetapi kau hafal jika pada juni tanggal tiga tahun ini, pujaan hatimu akan berulang tahun yang ke dua puluh tiga. dan kau belum menyiapkan hadiah apapun selain doa yang meminta agar kau segera berjodoh dengannya.

satu menit kemudian, kalender itu kau buang. dirimu duduk terdiam dengan berjuta ekspresi heran, mengapa bisa-bisanya di rumahmu tak ada sehelai pun kertas karbon dan sebuah mesin tik seperti dalam film-film tua romantik. padahal kau yakin jika dirimu adalah gadis analog yang terlalu kuno untuk hidup di zaman four poin o dengan kemewahan numero uno.

kau menyerah. di bibir malam, kau benamkan wajahmu ke sebuah mangkuk berisi air es demi setetes rasa tenang. lalu kau mengecam dirimu, tidak boleh sedikitpun teriak menggigil kedinginan.

hingga rombongan kunang-kunang singgah di tubuhmu saat kau sedang asik-asiknya telanjang. seketika kilau kuning bertebaran, sementara lampu pijarmu hanya memancarkan 10 persen dari energinya sebagai cahaya, dan 90 persen lagi telah lolos dicuri para kumbang. panas, menusuk tulang. ugh! mereka memang penggoda yang nyentrik, hampir saja kau dibikin tewas karena tergelitik.

kau jatuh. di bawah ranjang sempitmu itu, kau punya arsip yang menyimpan ratusan manuskrip. kau jadikannya alas tidur sekaligus kekasih yang suka membuat matamu perih. sebab aksara di sana, seringkali menuntunmu bersenandika saat orang paling kau cinta malah bersenda gurau entah pada rasi bintang bagian mana.

di sisi timur ruang kamarmu, karikatur paras ibu dan air matanya yang menggebu, masih terpajang kaku. kadang kau lama menatapnya, menebak ada cerita hebat apa di balik dominasi warna biru yang kontras menyala.

kau tak peduli apapun lagi. juni terasa kejam dalam ingatan. andai mampu, badanmu sendiri akan sudi kau baku hantam.

menuju fajar, fitur musik pada gawaimu bersuara. menggemakan lagu maliq, "seperti puisi tanpa rima, seperti itu aku padamu" kau tahu persis, setapak sriwedari judulnya.

hah, padamu?

toloooong!!

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

Responses (2)