Jumat terakhir di bulan suci kami

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda. “Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya ialah hari Jumat. Pada hari itu Adam Alaihis Salam diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat.” [H.R Muslim]

Zury Muliandari
4 min readMay 22, 2020

tadi subuh saya menangis dalam kerajaan Allah. benar kan, hari jumat adalah kerajaan-Nya? ada dua hal yang menyebabkan tangisan itu, yang pertama karena kesedihan dan yang kedua karena kebahagiaan.

saya belum mengerti mengapa dua hal tersebut selalu berdampingan, tetapi mereka benar-benar menjadi harmoni yang indah untuk mengakhiri hari mulia di bulan mulia ini.

saya sedih karena belum sepenuhnya mampu memaklumi bagian cacat dari hidup saya. mungkin karena bagian itu yang membentuk diri saya sejak lahir sampai hari ini, maka berdamai tak semudah mendengar dan membaca nasehat praktisi mindfullness, mas Adjie Santosoputro ataupun mas Reza Gunawan, hehe. namun disaat bersamaan saya bahagia, karena saya masih dikelilingi orang-orang baik yang terus mengingatkan saya untuk menerima kecacatan ini dengan lapang dada. sehingga sesak yang terasa tak begitu melelahkan jiwa.

ada beberapa percakapan yang tadi subuh menguatkan saya, begini contohnya :

“tapi gue yakin kita ini orang2 terpilih”

terpilih untuk bersedih, ya dit? haha, saya janji akan selalu mengingat kalimat itu. mungkin karena sepasang mata yang basah memang akan selalu menyerahkan dirinya pada sajadah. maka saya harus bersyukur atas musibah ini yang sebenarnya bentuk lain dari hadiah. hadiah untuk berserah, dan tidak menyerah. oh apakah saya sedang terlihat pandai merangkai omong kosong untuk menghibur resah? semoga tidak ya:’)

lalu,

“Allah maha baik ya”

“tapi lagi-lagi, kesedihan membawa kemuliaan”

saya juga janji ingin mengingat kalimat itu. rasanya tenang sekali, dikirim pesan yang bernafaskan iman. itulah mengapa saya selalu kagum dengan orang-orang yang meski telah dipecundangi dunia namun hati dan jiwanya tetap senantiasa tangguh sebab dihiasi nilai-nilai agung yang tak runtuh.

kemudian,

“Ya Allah sesungguhnya tidak ada pelipur lara hamba selain datangnya kematian. Rengkuhlah jiwajiwa sepi dan kesedihan yang ada di dunia ini”

saya bingung mengapa ia bisa memanjatkan doa yang seperti itu. seperti mewakili seluruh makna dari bulir air mata saya yang jatuh sia-sia.

dan,

“selamat subuh, selamat hari jumat”

saya makin bingung. yatuhan, ini terlalu pagi untuk sebuah luka. saya tidak mau babak belur pada hari yang Kau cinta. iya, hari jumat terasa lebih mulia karena jumat juga hari kelahiran saya. apakah saya terlahir memang untuk memeluk duka? apapun alasanmu tuhan menghadirkan saya ke dunia, sungguh saya ingin bermakna dari sekadar hamba yang gemar mengeluh karena bosan dirundung nestapa.

terakhir,

lirik lagu Aurora yang berjudul “The River” ini menjadi suplemen vitamin saya sehingga sanggup pura-pura tersenyum sampai tiba waktu buka puasa;

hold your hands up
to your chest and tell me what you find
out of you a sparrow comes
and sees without its eyes

don’t forget who you are
even though you are hurt
you are caught in a wire and soon it will burst

you can cry, drinking your eyes
do you miss the sadness when it’s gone?
and you let the river run wild
and you let the river run wild

i’m a shadow, i am cold and
now i seek for warmth
stitch your skin on to my skin and
we won’t be alone

don’t forget who you are even though you’re in need
like a bird in the night,
your emotions deserves to be free

you can cry, drinking your eyes

do you miss the sadness when it’s gone?
and you let the river run wild
and you let the river run wild

inilah jumat terakhir di bulan suci kami, hari yang penuh dengan perayaan kesedihan sebelum sebentar lagi takbir kemenangan meriah dikumandangkan. jangan lupa rayakan sedihmu juga ya, selamat malam :)

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

Responses (2)