Izinkan dirimu ditolong

Zury Muliandari
3 min readMar 8, 2023

--

saya berharap seseorang pernah atau akan mengatakan hal-hal ini kepada saya dengan personal; dengan cara yang santun, tenang dan dalam momentum yang tidak lancang.

tetapi berharap pada manusia adalah celaka yang baiknya dihindari saja, kan? maka saya menulis pesan ini untuk diri saya dan siapapun yang berkenan membacanya.

I.
dalam usiamu yang terus merangkak, kebahagiaan adalah niscaya yang tidak terukur angka. kadang kau begitu merekah hanya dengan segelas es teh manis yang kau beli di terik siang dari warung pinggir jalan. kadang juga bahagiamu menyita kartu kredit dan limit yang tak sanggup kau bayangkan cicilannya. kadang langit luas yang lapang adalah tempat sendumu berpulang, meletakkan doa untuk hari-hari yang hampa. kadang bahagia itu tersembunyi dalam antrian membayar tagihan di restoran cepat saji, yang saat kau menoleh ke kiri ada tukang parkir sedang tertawa lepas bersama anak kecil di sampingnya. hidup begitu haru, dan tahukah kau masih saja terbelenggu untuk temui makna bahagia, sayangku?

II.
waktu yang kau simpan dalam saku celanamu tidak menginginkan lebih banyak rupiah. ia menanti-nanti dibagi dengan orang terkasih, dihabiskan pada wajah yang akrab kau kenali tetapi asing namanya dihati. waktumu, jangan hanya disisihkan untuk memberi makan ego sendiri.

III.
sakit adalah respon tubuh paling jujur untuk menjelaskan kondisi pikiranmu yang sebenarnya. kau bisa ahli kendalikan emosi, tutup air matamu sana-sini, hapus lukamu setiap pagi, tetapi rumah sakit; masih jadi tempat darahmu berbicara mengenai bahasa yang kau bungkam bersuara. jadi siap-siap, siapkan asuransi kesehatan dari sekarang.

IV.
kau berhutang dengan kebaikan. bunganya harus berlipat ganda. sebanyak yang kau bisa. sebanyak yang kau punya.

V.
yang boleh menyentuhmu adalah yang tidak akan menyakitimu. tapi anehnya rasa itu senang kau pelihara. semakin perih semakin nagih. dasar, masokis! sudahilah hubungan-hubungan liar yang tak tumbuh menuai cinta. sepi adalah janji dari hidup dan mati, tunaikan semampumu. sebab hidup berdampingan dengan kesunyian tak melulu tentang kerapuhan.

VI.
bila saja ranjangmu sedikit besar, apakah tangisnya akan lebih hebat dari yang semalam? bila saja musikmu diputar lebih kencang, apakah teriaknya akan samar? bila saja marahmu adalah rindu, cukupkah peluk meredakan semuanya? bila saja tak ada aku, mungkinkan tak ada sial? dan jangan pula terlalu banyak bertanya, Tuhan tidak menyediakan jawaban untuk kalbu yang meragu.

VII.
izinkan dirimu pulih walau masih terus merintih. datangi banyak kemungkinan. lalui proses-proses panjang meski atensimu telah direbut durasi pendek media sosial. selami ragam pengalaman, mungkin sembuh bisa hadir dari tangan-tangan alam. hadiahi senyum di setiap simpang ketakutan, hadiahi puji dalam setiap liku kelemahan. izinkan dirimu melangkah tanpa dicegah ancaman sampah. izinkan dirimu ditolong, setidaknya oleh kepala dan kaki sendiri.

Photo by Pete Walls on Unsplash

terakhir, lagi-lagi aku berharap seseorang membacakanku sebait puisi Sapardi;

Waktu berjalan ke Barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang

Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan

Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang

Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan

Jakarta, Maret 2023.

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

Responses (5)