Dimensi tanya #pertama : seperti rahasia

Zury Muliandari
2 min readApr 30, 2020

Viola, seorang jemaat perempuan yang baru saja menyelesaikan ibadah di gereja, bertanya pada pendetanya,

“Tuan, bagaimana sebuah pertanyaan bisa disebut bermakna?”

Itu adalah kali pertama ia bicara demikian, semenjak tahun-tahun sebelumnya memilih diam dan mematung di sudut ruang. Bahkan tak jarang dirinya memutuskan tidak datang untuk hari yang bagi kerabatnya adalah saat bersuka cita paling riang sebab akan bertemu Tuhan.

Tak lama sang pendeta menjawab,

"Akan bermakna jika pertanyaan tersebut membuat anda berpikir dan merasakan secara mendalam, pertanyaan yang menuntun anda pada kebenaran, kesaksian, dan perubahan."

Viola hanya mengangguk dengan sedikit senyum yang sulit diartikan, mungkin sebagai tanda terimakasih sebelum pamit untuk pulang.

Bersama ayunan angin pada gaun putih yang melekat di tubuhnya, gadis itu berjalan kaki dengan kecepatan lamban. Jarak antara gereja dan rumahnya pun tak jauh. Maka detik-detik kosong yang dimiliki selama beberapa menit, penuh diisinya dengan mendengarkan instrumen nyanyian klasik yang ia yakini selalu mampu menyihir suasana hatinya yang tak karuan menjadi tenang.

Sebentar lagi Viola sampai. Ketika hendak membuka pagar rumah, sesuatu yang sedari tadi digenggam erat dan ia letakkan di depan dadanya, terjatuh.

Benda itu adalah sebuah buku catatan harian berwarna cokelat yang pada sampulnya tertulis,

“To become a better you, keep asking curious questions about yourself. If you lose, ask “why?” if you win, ask “why not?”

― Israelmore Ayivor, Become a Better You

#fiksiminizury

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

No responses yet