Dimensi tanya #ketujuh : paket?
Barusan aku tertawa kecil dalam semangkuk kekagetan. eh, gimana-gimana ..
- Jadi gini, kira-kira sudah hampir dua jam aku termenung di teras rumah, menatap layar laptop yang mau-maunya saja dibuat salah tingkah oleh mata pandaku yang tidak indah.
- Malam ini juga aku tiba-tiba sangat rindu dengan Taman Ismail Marzuki yang sedang beristirahat di Cikini. enggak, aku nggak sering ke sana, hanya beberapa kali ditugaskan dosen untuk meliput pagelaran seni. tapi ya namanya aku, kadang tujuan liputan malah nyasar jadi hanya sekadar bengong-bengong doang. yang aku rindukan, lebih pada langit sore menuju malamnya, dengan lampu-lampu berbentuk obor raksasa yang hangat dipandang mata. yang aku rindukan, lebih pada jajanan kaki lima yang dijual di pelataran belakang taman, menikmatinya di atas tikar angkringan bersama teman-teman sambil menyanyikan lagu kesukaan dan sesekali meledek mereka yang meski cantik dan tampan masih saja belum punya pasangan, haha, renyah sekali. yang aku rindukan lebih pada, saat makan malam di angkringan sana, hampir selalu tidak sengaja bertemu dengan seniman ulung ibu kota yang biasanya sedang menghafalkan dialog-dialog untuk pementasan drama, atau sedang menghayati baris-baris puisi dengan suara parau yang menambah bumbu lezat suasana. aku pun ingin melahap kenangan saat menghadiri malam sakral pembukaan pameran seni rupa tahunan guru besar Institut Kesenian Jakarta. sesi-sesi melempar pertanyaan bodoh dari bibirku adalah bagian lucu yang tak bosan membuatku malu. aku tidak mengerti seni seperti mereka, cita-citaku menjadi wartawan musik pun belum memiliki bekal yang cukup untuk kemudian percaya diri bersenda gurau dengan personel band akustik yang mengisi acara seindah itu. akhirnya — aku merindukan diriku yang lebih memilih kamera untuk menjadi medium berbicara dengan semua karya dan orang-orang yang berada di dalam galeri. hanya dengan berperan sebagai pewarta foto, aku bisa lebih dekat pada banyak hal yang kukagumi tanpa harus gugup bercengkrama dengan mereka. aku hanya perlu memastikan exposure sudah oke, lalu fokus mencari point of interest yang mungkin keren kujadikan oleh-oleh untuk ditempel di dinding kamar kosanku. sungguh dunia dari balik lensa lebih mudah mengantar bahagia. aaaaaaaku rindu dengan kartu saktiku yang sering kugunakan bukan buat liputan melainkan berpetualang di bawah panggung konser agar mendapat barisan paling depan untuk mengabadikan pementasan — sebagai koleksi pribadiku, hhh.
- Barusan juga aku membaca salah satu cerpen milik rektor institut yang kusebutkan di atas, berjudul Rembulan Dalam Cappucino. tapi aku menyesal. menyesal karena setelah membaca cerpen sebagus itu lalu bingung mau menceritakannya pada siapa.
- Kemarin malam, aku bercerita banyak sekali perihal karya-karya sastra dengan seseorang yang (katanya sedang) mencintaiku. tapi rasanya hampa. karena bodohnya aku bercerita pada orang yang tidak suka membaca. maksudku, meski ia sangat antusias menyimak ceritaku, tetapi rasanya berbeda.
- Aku selalu menyalahkan diriku sendiri karena tidak tahan merasa sepi. lalu tega menghukum perasaanku dengan malah menjalin hubungan bersama pria-pria yang tidak kucintai demi — sebuah distraksi.
- Aku merindukan banyak sekali percakapan dengan seseorang yang memahami isi pikiranku.
- “Permisiiii, ada pakeeet” buyar. lamunanku buyar. sumpah, teriakan mas-mas itu kenceng banget! aku berjalan membuka gerbang, mengambil paket atas nama ayahku. “eh tunggu dulu mbak, foto dulu sama paketnya” sialan, mendengar masnya ngomong begitu saja aku tertawa.
- Tuhan, paket itu untuk ayahku. tak kah ada malam ini paket untukku juga?
- Tuhan, kalau boleh rikues, aku mau minta sebuah paket tidur nyenyak dengan bonus mimpi indah. kalau bisa, mimpinya sedang berjalan-jalan di parkiran Taman Ismail Marzuki bersama seseorang yang kurindukan tadi. ceritanya kami sedang ingin menonton pertunjukan teater berjudul “bunga tidur yang selalu kuncup” boleh ya?
- Aku mencintaimu Tuhan, sangat. (anggap saja ini rayuan, agar paketku lekas dikirimkan)
- Maukah kamu bilang aamiin? (sungguh ini dimensi tanya paling serius, tapi becanda, hehe💙)
*love nya sengaja yang warna biru, soalnya kata temanku, biru itu lambang kesedihan.