Dimensi tanya #kesembilan : bertemu dengan jawaban

Pertama, izinkan saya meminjam satu kutipan dari penulis kesayangan saya; “Kesempatan, tolong sampaikan kepada sang pemberi kemungkinan, Dia begitu romantis dengan segala kejutannya.” -Syahid Muhammad-

Zury Muliandari
6 min readMay 18, 2020

Lalu, saya ingin melukis bentuk terindah dari ungkapan ‘terima kasih’ agar kemudian terlihat menawan di mata sahabat saya, Nurjannah Sulistia, karena telah menjadi telinga semesta yang mendengar suara kegundahan saat jeritannya begitu bising di hati saya. saya benar-benar tidak tahu bagaimana bahasa alam menyampaikan maksudnya sehingga mampu menghubungkan sebuah firasat menjadi tindakan sangat tepat.

Mungkin begini cara takdir bekerja, ketika beberapa waktu lalu saya terpaksa memberanikan diri mengusaikan seluruh kesedihan saya dan kembali memulai hidup dengan sebuah ‘tanda tanya’ maka tiba-tiba Tia menghubungi saya, mengatakan bahwa ia baru saja membeli sebuah buku yang baginya terlalu rumit untuk dinikmati dan dirinya ingin jika saya saja yang membaca buku tersebut lalu kemudian menceritakan bagaimana isinya secara sederhana.

Tetapi Tia, buku ini ternyata memang benar-benar rumit buat dipahami. desain sampul dengan sentuhan warna-warni saya rasa hanyalah strategi untuk memanipulasi pembeli yang akan terkejut saat membaca kisah yang padahal begitu kelam karena ditulis oleh seorang perempuan penderita depresi (dan sampai ke tangan saya sebagai pembaca dengan penyakit yang sama). luar biasa.

image by @splendidwords on instagram

Tentu saya tidak akan mengulas buku berjudul I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki karya Baek Se Hee ini dengan keren seperti yang banyak ditulis orang-orang di aplikasi goodreads, saya hanya ingin mengetik ulang tujuh belas catatan penting (secara acak) dalam buku tersebut yang sukses menggetarkan logika dan sanubari saya saat membacanya. begini kira-kira kalimatnya :

1. “buku ini adalah catatan percakapan antara seorang pasien yang tidak sempurna yang bertemu dengan seorang terapis yang tidak sempurna juga.”

kalimat itu ditulis oleh Psikiater yang menangani pengobatan penulis pada bab terakhir. membaca ungkapan tersebut, saya merasa kata ‘sempurna’ menjadi sangat berbeda maknanya. mungkin melahirkan penafsiran yang seperti; ketidak-sempurnaan yang melekat dalam diri manusia justru adalah satu-satunya ciri bahwa manusia mampu menyempurnakan satu sama lain karena kekurangannya. kemudian saya jadi membayangkan, jika semua manusia sudah sempurna dengan dirinya masing-masing, lalu untuk apa kita hidup di planet ini bersama-sama? bukankah itu sebuah kalimat singkat yang memberi kesadaran bahwa ketidak-sempurnaan memang hadir untuk diterima, bukan disembunyikan seperti yang selama ini kita (khususnya saya) lakukan. :)

2. “aku menghunuskan pisau ke arah diriku sendiri terlalu lama hanya karena ingin melihat diriku sendiri secara objektif. hal yang akan aku latih mulai dari sekarang adalah cara agar tak terkunci dalam pandangan ‘aku harus melakukan hal seperti ini’ dan menerima sisi subjektif dari orang lain.”

3. “anda terlalu mengkhawatirkan apa yang dipikirkan oleh orang lain. akibatnya, kepuasan terhadap diri anda sendiri pun menurun. padahal, hidup anda adalah milik anda dan andalah yang sepenuhnya bertanggung jawab atasnya.”

4. “aku ingin jadi pemilik hidupku sendiri. aku ingin melakukan apa yang aku inginkan sehingga hidupku menjadi hidup yang tanpa penyesalan.”

5. “selama ini, aku tidak bisa merasakan dan mengatakan ketika aku merasa sakit. maka dari itu, tubuh dan pikiranku mencoba melakukan berbagai cara untuk meneriakkan hal itu padaku. barulah saat itu aku bisa menyadari bahwa diriku ini sedang kesakitan. namun, aku membuat diriku sendiri menjadi penyebab atas rasa sakit yang aku rasakan. aku adalah sasaran tembok bagi diriku sendiri. meskipun aku berlari pada orang lain, yang akhirnya tersakiti adalah diriku sendiri. semakin aku mencakar pihak lain, akulah yang semakin terluka.”

6. “dalam perasaan pun ada sebuah jalan. jika kita terus menutup jalan itu untuk menekan perasaan negatif agar tidak bisa keluar, lama-kelamaan perasaan positif pun akan tertahan dan tidak bisa keluar hingga akhirnya jalur untuk perasaan pun menjadi tertutup dan tersumbat.”

7. “aku ingin bertemu dengan orang yang bisa menggerakkan hatiku. aku ingin menulis sebuah tulisan kala hatiku tergerak. aku ingin mendengar lagu dan menonton film yang disukai oleh orang yang kucintai. aku ingin menjadi orang yang terus tergerak karena kekuatan cinta. jika sebuah kekuatan ideal mengisi bagian-bagian kosong dalam hidup yang jumlahnya tak terhingga, aku rasa aku pun bisa kehilangan cahaya, kekuatan, dan kebebasan yang aku miliki. meski aku miskin dalam hal logika, aku ingin menjadi orang yang memancarkan cahaya dalam hal yang berhubungan dengan perasaan. aku ingin bergandengan tangan dengan orang-orang yang serupa denganku dan bergerak ke arah lebih baik bersama mereka.”

8. “dengan siapapun anda menjalin hubungan, baik pertemanan maupun hubungan cinta, tidak ada yang namanya garis permanen. anda boleh saja memiliki keluhan tentang lawan interaksi anda. tetapi saya harap anda bisa membedakan bagian-bagian kecil dari keseluruhan yang besar. anda tidak bisa menyukai seseorang secara keseluruhan hanya karena anda menyukai satu bagian kecil dari dirinya. begitu juga sebaliknya. anda tidak bisa membenci seseorang secara keseluruhan hanya karena anda membenci satu hal dari dalam dirinya.”

9. “hanya ada satu ‘aku’ di dunia. dengan begitu aku adalah sesuatu yang amat spesial. diriku adalah sesuatu yang harus kujaga selamanya. diriku adalah sesuatu yang harus kubantu dengan perlahan, kutuntun selangkah demi selangkah dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. diriku adalah sesuatu yang butuh istirahat sesaat sambil menarik napas panjang atau terkadang butuh cambukan agar bisa bergerak ke depan. aku percaya aku akan semakin bahagia jika aku semakin sering melihat ke dalam diriku sendiri.”

10. “anda jangan sampai terjebak dalam logika hitam-putih. padahal, ada banyak jenis warna abu-abu dan ada banyak juga warna lainnya. tapi, sepertinya anda ini berpikir bahwa abu-abu hanya ada satu jenis di dunia ini. spektrum bisa saja berbentuk tiga dimensi, dan saya rasa anda memandangnya hanya sebagai suatu garis lurus saja.”

11. “jika anda membuka jendela imajinasi anda, tentu akan ada banyak hal yang bisa membantu mengurangi dorongan-dorongan yang datang dari dunia nyata dan bisa membuat anda merasa puas.”

12. “meskipun perubahan dalam diriku tidak bisa berlangsung secara instan, aku merasa bahwa diriku sedang berubah sedikit demi sedikit. daripada berfokus pada hal yang belum bisa kuubah sambil merasa putus asa, lebih baik aku memfokuskan diriku pada hal-hal yang telah berhasil kuubah dan menjadikannya sebagai harapan untuk semakin berkembang menjadi lebih baik. harapan bahwa semua orang bisa hidup dengan lebih percaya diri, tanpa frasa nomina yang melekat pada diri mereka.”

13. “mengapa anda melihat pembenaran sebagai suatu hal yang negatif? sebenarnya, itu adalah salah satu dari mekanisme pertahanan ego yang dewasa; karena mencari alasan atau penyebab dari luka yang dibuat oleh diri sendiri.”

14. “sebenarnya, rasa takut terasa lebih besar ketika hanya anda sendiri yang mengetahui dan memendamnya. daripada anda memendamnya sendirian, akan lebih baik jika anda menuangkannya dan menceritakannya pada orang lain.”

15. “aku sangat menyukai ketika aku bertemu dengan orang yang bisa membuatku mengeluarkan jawaban yang ada dalam diriku tanpa mengajukan pertanyaan padaku terlebih dahulu. aku juga sangat menyukai ketika bertemu dengan orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada di dalam kepalaku meski aku tidak bertanya padanya terlebih dahulu. aku merasakan kehangatan dan merasa bahwa kami terhubung satu sama lainnya.”

16. “pada akhirnya, buku ini berakhir bukan sebagai pertanyaan maupun jawaban, melainkan sebagai sebuah harapan. aku ingin mencintai dan dicintai. aku ingin menemukan cara agar aku tidak lagi merasa sakit. aku ingin menjalani kehidupan di mana aku menyebutkan kata ‘suka’ lebih banyak daripada ‘tidak suka’ . aku ingin mengalami kegagalan kemudian mengarahkan kembali pandanganku ke jalan yang lebih baik. aku ingin menikmati gelombang perasaanku seolah aku sedang menari pada sebuah musik. aku berharap aku bisa menjadi seseorang yang kebetulan menemukan secercah cahaya dan bertahan bersama cahaya itu setelah lama berjalan di dalam kegelapan yang besar. aku percaya suatu hari nanti aku bisa menjadi seperti itu.

17. “tidak apa, jika orang yang tidak memiliki bayangan tidak bisa memahami cahaya.”

sungguh ada lebih dari tujuh belas catatan yang sebenarnya membuat saya termenung saat membacanya. namun itulah yang sangat menggambarkan perasaan saya (terutama pada poin ke-7). buku ini seperti cermin, memantulkan diri saya dalam refleksi yang tak pernah ingin saya lihat. tetapi akhirnya, saya telah memandangi pantulan tersebut sambil menangis sekaligus tertawa. lucu sekali isi kepala saya dan isi kepala penulis buku ini yang berusaha menelanjangi tubuh kami. namun saya tidak malu. karena memang manusia tidak pernah perlu malu untuk mengakui sisi lemahnya.

lantas sudahkah kau lihat ungkapapan syukur itu menembus korneamu, Tia?

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

Responses (1)