Dimensi tanya #keenam : Musim hujan di pipi Soraya
“Mengapa takut pada lara? Sementara semua rasa bisa kita cipta. Akan selalu ada tenang disela-sela gelisah, yang menunggu reda”—Payung Teduh
Jika Soraya ingin menghabiskan sisa hidup di Leiden sambil bersepeda di jalanan Belanda atau bahkan mengubah keputusannya dan lebih memilih bercengkrama dengan suasana pantai di ujung Sulawesi saja, maka saya hanya ingin punya satu hari dengan jarum jam yang putarannya berhenti; untuk tersesat di hutan amazon dalam kepalanya.
“ngintip dong kak jurnalnya, plissssss”
“bentar, belom selesai. soalnya sambil ditemani lagu to be alone dan liriknya yang bilang;
Never feel too good in crowds
With folks around when they're playing
The anthems of rape, culture loud
I know that you hate this place
Not a trace of me would argue
Honey, we should run away, oh, someday
It feels good, girl, it feels good
Oh, to be alone with you ...”
Soraya selalu membuat saya kebingungan saat mencari peta untuk menuju ke arahnya. mengejar pikirannya yang teramat lihai berlarian dari angin selatan ke utara, yang entah bisa saya temui pada dimensi dua atau dimensi tiga. tetapi anehnya saya tidak pernah kelelahan, sebab percayalah perjalanan ini menyenangkan!
"Iya karena pikiran gue rumit banget buat diomongin. gue sendiri pun kesusahan buat ngomonginnya jadi kadang ngerasa sedih aja gitu mau cerita tapi susah karna gabisa ngejelasin yang ada dipikiran, banyak isinya. jadi biar sosok yang ada di dalam otak ini bener-bener sendirian aja sama dunianya." kata gadis itu.
"kak ih mana jurnal hariannyaaaa”
"sebentar, Soraya sedang menahan tangis” balasnya singkat.
“kak jangan ditahan” nasehat bodoh saya aneh sekali rasanya kalau terucap begini.
“18 april gua nulis ini ternyata,
Pikiran manusia adalah tempat paling bebas. Dia bisa menjelajahi Antartika, atau menyusuri panasnya Sahara. Dia bisa bercinta dengan pujaan yang tak membalas cintanya. Pernyataan bahwa pilihan dan keputusan manusia merupakan hal paling bebas adalah salah besar. Mereka penuh dengan kepentingan dan pertimbangan. Satu-satunya kebebasan yang saya miliki adalah pikiran saya sendiri. Di sini saya bisa dengan damai berendam di dalam bathtub dengan wewangian teh hijau yang menyeruak indera penciuman. [...]"
Sudah saya prediksi, keputusan mengambil satu tiket dari tangan Tuhan untuk menjelajahi dunia Soraya akan menjadi tujuan tamasya yang tak pernah salah agenda. karena sungguh, di semestanya saya ingin libur dari kepenatan dunia.
saya tidak tahu mengapa begitu berani memulai ini semua, padahal saya hanyalah seorang mahasiswi yang cuma ahli diam di tempat. terlalu takut kemana-mana, terlalu takut menyapa siapa-siapa apalagi lancang mengetuk pintu kehidupan kakak tingkat yang dikagumi se-ruang rektorat.
dan inilah pertanyaan saya saat mengetahui Soraya telah dinyatakan lulus dari kampus,
"kak, apa rasanya menjalani hidup setelah sidang?"
"hidup menyambutku dengan semua ke-serba salah-an dan kebingungan dan keraguan. tapi katanya semua proses yang dirasain ini wajar dan aku menyebut mantra ku lagi; yaudah gapapalah semua orang bakal mati."
sialan, saya tertegun lagi. yang lebih sialnya, sejak saat itu saya malah lebih banyak dikagetkan dengan kejutan-kejutan dari percakapan tak berujung kami.
"alhamdulillah sekarang gua udah kerja zur, jadi free sabtu minggu aja. tapi punya niatan hangout sama zury walau cuma minum es kopi susu coklat harga 15ribuan tapi kita bisa ngobrol panjang dan duduk di bangku yang sama sampe ke akar karena saking lamanya ngobrol. mau difotoin zury juga, biar bagus ☺" pesan itu saya baca dengan mengusap-ngusap mata yang sedang tidak perih, kemudian saya berteriak dalam hati, "woii cita-cita gua mau ngopi bareng Soraya bentar lagi jadi nyataaaaaa!!"
...
Saya terus berlayar mengarungi ombak-ombak kecil yang sesekali menerjang kekuatan Soraya saat ia kewalahan melawan petir dari langit. begitupun sebaliknya. karena mungkin menjadi teman cerita adalah peran yang saya suka untuk menempati bagian kosong dari hidup manusia.
"zur masa gua lagi denger lagu, salah satu liriknya; tell me how to breathe and feel no hurt. kan zur, bernafas aja sakit. oiya zur ternyata kita bener-bener sendiri ya di dunia ini, dari kandungan kita udah sendirian. ada di dalam perut yang sebenernya enggak kita kenal. kita bisa kenal dan sayang ya karena kita menghabiskan waktu bersama-sama ibu kita. tapi nanti pas mati kita sendirian lagi. kesimpulannya sedih, manusia emang sebenernya sendirian, ketawa dan kebersamaan dia sama orang-orang di sekelilingnya cuman ilusi dan penenang sementara doang."
Saya kenal persis bagaimana kata-kata tersebut ketika nanti berkamuflase jadi perasaan atau jadi nuansa atau jadi suasana atau jadi keadaan, bahkan seringnya kutukan yang pada saat tertentu justru menjadi kenyataan paling nyaman untuk dirayakan. sungguh saya tidak ingin memberi label apapun atas sebuah mahakarya milik Tuhan. tetapi menjalani hidup dengan kesamaan tipe kepribadian; INFJ--yang katanya merupakan populasi terlangka di dunia, membuat saya sedikit bisa mengerti, tentang luka-luka yang tidak bisa dijelaskan Soraya. tentang logikanya yang tidak mudah dipahami banyak kepala, karena saya benar-benar seirama dengan ritme pikirannya yang senang berkelana.
"lu berharga di mata orang-orang yang rapuhnya juga enggak beda jauh dari yang lu alami" tegas Soraya mengingatkan saya.
...
"zur gue tau kenapa orang-orang butuh pasangan hidup dan butuh cinta dari lawan jenisnya!"
"kenapaaaaa kak"
"orang-orang kerja keras tu ternyata butuh seseorang yang bener-bener tulus ngedengerin emosinya, ngasih apresiasi, sampe kasih afeksi yang tubuh manusia normal emang butuh itu. lu harus tau betapa susah nyusun semangat dan ngilangin monolog "ngapain gua di kantor pagi-pagi anjir" di hari senin-saat semua satpam nyapa lu selamat pagi, tapi rasanya mau tidur lagi aja. terus lu, harus nyusun keyakinan kalo jumat bakal dateng, itu susah banget"
but do you really need someone?
i don’t think so.
....
If We Have Each Other jadi salah satu lagu dalam album Narrated For You yang mendapat banyak perhatian. Secara pribadi saya merasa lagu ini cukup spesial dan unik karena Alec dengan pandai meramu kisah hidup dari setiap karakter menjadi satu hal yang saling terkait satu sama lain. [.....] Keresahan dan rasa keputusasaan soal banyak hal yang sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari setiap insan bisa ditangkap dengan baik oleh Alec. Pada bagian chorus, benang merah dari setiap keresahan jutaan orang bisa terlihat "the world's not perfect, but it's not that bad. If we got each other, and that's all we have. [...] When the world's not perfect, when the world's not kind. If we have each other then we'll both be fine."
Itu adalah potongan tulisan Soraya yang gagal naik ke salah satu media daring tempat ia meluaskan jejaknya. saya bahkan berusaha berpikir sangat logis mengapa pimpinan redaksi media tersebut mengatakan jika tulisan Soraya terkesan boring untuk dibaca. padahal bagi saya, kecerdasannya mengulas rangkuman keresahan gen Z dalam lagu Alec Benjamin adalah tulisan yang begitu menggugah untuk diselami. lalu mungkin begini cara industri mengingatkan Soraya bahwa idealisme memang akan dan selalu tergerus dengan taman bermain kapitalisme.
yasudah, nggapapa. kita di sini saja Soraya, menciptakan perosotan sendiri, bahagia dengan ayunan sendiri. kita tidak akan kalah sebab terguncang angin sepoi-sepoi di tengah taman, karena bukankah kau sudah lebih dulu menang saat diterjang taufan di lautan?
Saat ini saya membayangkan Soraya sedang tersenyum kecil membaca tulisan saya. atau perempuan itu malah muntah sebab tidak kuat menahan rasa mual yang daritadi dipicu keras oleh tarian huruf-huruf dengan makna tak beraturan di depan layar gawainya. atau mungkin ia sedang mengumpat, "bisa-bisanya zury sok tau dengan apa yang gue rasain. aduh dasar bocah bau kencur, mending ngurusin buat semprol aja sana lu zur" wkwkwk. entahlah, saya bukan cenayang yang katanya ahli membaca pikiran orang.
...
"zur katanya kalo stress dalam waktu yang panjang, volume otak kita bisa mengecil. apa orang-orang yang sering buat kita stress enggak takut dosa ya?"
Soraya yang saya tahu bahkan sudah gila--dalam dimensinya. jadi kenapa harus gelisah karena otak mengecil hanya gara-gara stress? meski Soraya bilang ia tidak terlahir untuk berjuang, tetapi tatapan matanya selalu penuh dengan binar ajakan untuk berperang. melawan siapa saja yang baginya penindasan akan dilanggengkan dan keadilan dikesampingkan. Soraya mungkin hanya melihat tubuhnya yang berukuran kecil namun lupa kalau dirinya punya jiwa yang bermuatan besar. kepada saya Soraya pernah bilang jika suatu saat ia menjadi ibu, maka hal-hal ini yang akan diajari pada anaknya :
1. kesetaraan gender dan tanggung jawab!
HIDUP FEMINIS. perempuan dan laki-laki punya kesempatan yang sama dalam bidang apapun asalkan semua diakhiri dengan sikap tanggung jawab yang baik.
2. AGAMA
lebih ke kebebasan beragama sih. bertemanlah sama orang dari banyak latar belakang agama. tapi ia perlu tau dan paham kalau di antara itu semua islam yang paling sempurna.
3. ATTITUDE dan komunikasi
attitude secara general aja sih dan pentingnya untuk bisa terbuka jujur memahami dan apa adanya ketika komunikasi.
4. Sex edu
aku mau ajarin anakku untuk nyebut genital manusia sesuai nama biologinya. sebut penis bukan burung, sebut vagina bukan warung (?) terbuka sama mereka soal sex, kontrasepsi, dan lagi-lagi tanggung jawab.
5. mandiri berdiri di atas kaki sendiri
karena ga selamanya ibu akan hidup, jadi persiapkan diri untuk kehilangan ibu dan mulai terbiasalah untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri atas semua hal yang kamu lakukan atau menjadi tanggung jawabmu.
(saya tebak nomor 3 ditulis Soraya karena ia adalah seorang sarjana ilmu komunikasi yang mau berbaik hati mengamalkan pengetahuannya di bangku kuliah. tp kayaknya ngga juga sih wkwkwk)
dalam percakapan lain Soraya juga memberi tahu saya sebuah liontin di hatinya. begini rupa liontin itu jika dibahasakan :
"anak perlu diberi kebebasan untuk melihat gelapnya malam di ibu kota, menjelajah terangnya lampu gemerlap di gedung pencakar langit, merasa dinginnya angin malam. karena pengalaman bisa didapat dari manapun termasuk dari menjelajah dunia malam.
bapak selalu bilang ini bentuk disiplin dan keamanan, tapi pulang jam 5 sore bukanlah sebuah kedisiplinan dan tidak menjamin keamanan. siapa yang menjamin kita bisa tetap hidup jika berada di rumah saja? lalu kenapa orang barat bisa tepat waktu ke sebuah rapat tapi tidak diberi kedisiplinan untuk pulang jam 5 sore? karena disiplin tidak sama dengan harus berada di rumah jam 5 sore.
saya mau kasih tau bapak kalau jakarta terlihat lebih hidup jika kita berani melangkah bukan penuh rasa paranoid. jangan khawatir, kita aman, karena allah maha pelindung.
dunia tidak terbatas di jam 5 sore. ada baiknya anak diberi kebebasan dan kemerdekaan untuk bisa memilih apapun tanpa terkecuali."
“gue jadi inget satu kalimat yang cantik banget zur, dari kahlil gibran”
“gimana kakkk”
“ulurkanlah tanganmu ke hati si kaya dan bukalah oleh mu matanya sehingga dia melihat keadaan yang amat menyedihkan dari si lemah dan tertindas. tunjukkanlah belas kasihan, o tuhan, kepada mereka yang kelaparan di luar rumah pada malam gelap ini, dan tuntunlah orang asing ke tempat perlindungan yang hangat, dan belas kasihanilah keterasingannya”
“udahlah lemah gua malem ini kak. udah baru nyesel-nyeselnya kemaren abis durhaka ama itu dosen, lu kasi kalimat begitu, ya ampun aku mau nutup muka aja pake bantal”
“ada lagi zur, gini : hari ini diriku menjadi tawanan ketamakan dan kekayaan yang menggoda diriku untuk lebih kaya, dan kekayaan berlebihan melahirkan kekikiran, dan kekikiran melahirkan penderitaan”
“benang merahnya ada di kata 'berlebihan' deh. asli itu beneran dalem ya. apa-apa yang berlebihan ngapa nyebelin ya ujungnya. benerlah kak lagunya hindia 'secukupnya' :’)”
“gua kadang tiap baca gibran pasti inget lu sama andrew”
“LAH NGAPA GUA DIPASANGIN AMA ANDREW KAK?”
“karena lu berdua doang yang bisa buat kalimat ‘sore hari ini mataharinya indah’ jadi syair yang begini; matahari melipat ke atas pakaian kebun yang menghijau itu dan rembulan bangkit dari balik cakrawala dan menumpahkan sinar lembut di atas bentangan kebun itu. gua seumur-umur nulis ga kepikiran buat bikin perumpaan matahari yang terbenam sama matahari yang melipat ke atas. dan lu, andrew tuh mikir begitu.”
“KAK WOI LU NGAPA BAKAT BANGET DAH INI NAMBAH BUMBU2 KEAMBYARAN”
“seriusan. pertahanin ya zur, tulisan yang begitu bagus. dan ga banyak penulis yang bisa mikir matahari menguning bisa dilipat. cerita, sastra itu gabakal pernah mati. tajamkan zur”
Soraya benar-benar menakjubkan jadi destinasi wisata yang dilukis langsung oleh jemari Tuhan. mengunjunginya sebelum terlelap di ujung malam adalah tur istimewa bagi penduduk bumi yang hampir kehilangan dirinya sendiri. konstruksi jalan untuk mendakinya memang terlihat terjal, berbatu, penuh liku. tetapi ketika sampai, matamu pastilah terbuai. mungkin Soraya tidak seperti Bandung yang diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum, saya malah mengira Soraya dilahirkan saat Tuhan sedang menangis. tetapi bukankah saat terlalu bahagia kita pun sering menangis?
...
saya cuma mau bilang, setelah kemarin kau mengunggah foto di instagram pribadimu yang saya komentari bahwa hal itu adalah pekerjaan membantu kerjaan kemendikbud, saya tiba-tiba bangga sekali pernah makan kwitiaw sepiring berdua denganmu pada hari sabtu yang seharusnya engkau mengenakan toga--diwisuda dalam naungan gedung megah di Jakarta dan memiliki senyum pepsodent yang diabadikan bersama orangtua dan teman-temanmu.
tetapi kaulah Soraya, selalu punya cara ajaib untuk bahagia.
…
“anyway zur, lu percaya gak kalo sebenernya kesedihan itu bisa kita recall?”
kesedihan itu abadi, Soraya. ia bersandar di pipimu dan menyamar jadi musim hujan yang kau bilang curahnya menderas setiap akhir pekan.
namun Soraya, mengapa masih takut pada lara jika semua rasa bisa kau cipta dan gelisah pun akan tiba masanya reda?