dewasa, mimpi yang patah dan makna baru tentang rumah

Zury Muliandari
2 min readOct 18, 2023

--

Photo by Aditya Saxena on Unsplash

I.

ia mendewasa dengan kebiasaan lebih sering meromantisasi hidup. konten self-love di media sosial seakan tak henti menyita perhatiannya.

secara sadar, ia tidur dan bangun — dengan mengadopsi kultur populer yang sedikit disertai gambaran holistik. tak ada yang aneh dari itu. (meski kerap kali ia merasa penuh dan rapuh di waktu yang sama).

menuju angka dua enam, masih banyak hal ganjil yang berdesakan di kepalanya. tetapi memang tak ada yang perlu digenapkan,

selain pelukan untuk diri sendiri.

betapa kota Jakarta yang katanya keras malah baik hati beri ia kesempatan bertemu pekerjaan, pertemanan, juga indekos yang menentramkan.

sayang sekali ia belum beruntung perihal keluarga dan asmara, entah bagaimana uraikannya … ah, ini nanti saja.

II.

ia cukup keras pada mimpi yang ditabung sedari kecil. tetapi hidup bukanlah transaksi yang mudah diperhitungkan dengan logis.

mimpinya masih teka-teki. sampai tiba-tiba ia merasa terjebak dalam idealismenya sendiri.

membayangkan industri media; begitu ngeri di negeri ini. bukan karena ancaman AI akan ganti peran buruh tinta. tetapi kompleksitas di baliknya; kekuasaan politik, segmentasi isu seksi, hingga akurasi yang katanya mahkota awak media tak lagi sakral di telinga publik.

sungguh masih ada mimpi yang tersimpan di meja redaksi. walau bincang terakhir dengan seorang pemred buat matanya panas dan mendidih hingga kini.

III.

rumah jadi aset properti yang ingin dimilikinya — atas nama sendiri, sebelum kepala tiga.

ada kisah yang ingin diwariskan, diceritakan, dihidupkan, di rumah.

tatanan perilaku, kegemaran mencintai, ayat-ayat suci, koleksi buku, ruang makan, teras berkebun, dan magisnya warna hidup.

pada akhirnya, ia melatih kepercayaan diri untuk mengawali. memberi makna yang baru. menghapus rasa takut, menulis mantranya;

rumah adalah oase ketenangan.

maka seluruh yang pernah buatnya hancur, semoga dikehendaki untuk dibangun kembali.

ialah yang paling kusayangi, wajahnya, cacatnya, cantiknya, segala luka dan doa, gagasan untuk hidup, berikut dengan cela dan kemewahan tulisan ini; teruslah jatuh ke dalam dirimu sendiri.

Jakarta, 18 Oktober 2023.

--

--

Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy