Awali Karir Jadi Penulis, Gini Kesan Saya;

Zury Muliandari
3 min readSep 9, 2022

--

paragraf pertama harus dimulai dengan frasa adiktif berupa gagasan syukur. sebab kita semua tau, saat ini, di masa pemulihan ekonomi akibat pandemi, mendapat pekerjaan yang sesuai dengan idealisme dan latar pendidikan adalah keniscayaan yang sulit diwujudkan (setidaknya nggak mudah, buat saya).

kemudian, anggapan klasik mengenai “hobi yang dibayar” tentu melingkupi hari-hari saya sebagai buruh tinta amatir yang kini beralih jadi seorang profesional. perasaannya agak aneh, tapi lumayan menggemaskan.

beberapa waktu lalu pada sebuah sesi wawancara, direktur tempat sekarang saya bekerja memberikan pertanyaan pamungkasnya, “mengapa perusahaan kami harus merekrut seorang penulis?”

ya, singkatnya saat itu, lowongan yang sedang dibuka adalah untuk social media specialist, bukan penulis. tapi entah bagian mana dari portofolio saya yang membuat tim rekruter terpikat, saya akhirnya dipanggil buat mengisi posisi baru, yang bahkan belum dinaungi oleh divisi khusus.

intinya saya jawab begini, “semua lini aktivitas membutuhkan rekam jejak. jangankan pada skala perusahaan, dalam lingkup individual, seseorang bahkan perlu mendokumentasikan pemikirannya lewat berbagai macam ekspresi yang bisa menjadi identitas autentik bagi dirinya sendiri. identitas itu lantas membentuk citra, tentang bagaimana penilaian lingkungan terhadap persona yang tampil. sedangkan citra memiliki implikasi cukup besar untuk memengaruhi persepsi khalayak bagi persona tertentu. melalui pemahaman saya tentang ini, akan sangat menarik jika seorang penulis bisa menghasilkan narasi-narasi autentik bagi pembentukan citra perusahaan. apalagi kalau mendapat exposure dari pemberitaan media nasional, dampaknya bukan cuma ke penjualan. tapi elektabilitas perusahaan bakal ikut disorot. kepercayaan publik juga idealnya makin naik. istilah populernya, story telling bisa kuat banget memengaruhi corporate branding. sementara menurut saya, satu-satunya yang kapabel untuk melakukan pekerjaan itu hanyalah story teller. jadi, selanjutnya tim rekruter dapat menilai seberapa besar urgensinya seorang penulis untuk dilibatkan pada pengembangan perusahaaan ini.

foto: pexels.com

selang sepekan setelah wawancara tsb, saya diterima bekerja dalam tahap probation untuk kurun waktu satu bulan. selama masa uji coba, saya diberi tiga tugas utama; nulis press release, nulis artikel hard selling dan nulis artikel soft selling. lainnya tugas selingan, kadang nulis script konten, kadang ngedit video, kadang jadi talent, kadang voice over, kadang mikir; gue beneran jadi penulis? terlebih usai melewati fase probation hingga diangkat menjadi karyawan tetap, saya makin bertanya, apakah saya sudah benar-benar yakin untuk menekuni bidang ini?

faktanya, ketika saya berusaha menyelami pikiran saya, saya tidak pernah memanifestasikan diri untuk menjadi seorang penulis. walau sejak kecil hingga lulus kuliah sangat mencintai dunia kepenulisan, tapi lantas tidak membuat saya memiliki opini kalau menjadi penulis merupakan profesi yang keren. mungkin bukan pada strata keren seperti diplomat, reporter, arsitek, dokter, pengacara, dll.

meski begitu, menulis telah menempati ruang lain dalam kepala saya. dan menemukan medium yang tepat untuk ditempati oleh tulisan yang saya buat adalah keberuntungan paling agung — dewasa ini.

mengutip yang dikatakan Pramoedya Ananta Toer, “Menulis adalah sebuah keberanian.” saya kemudian berusaha mencari keselarasan dalam proses memahami peran baru ini. sebab barangkali di antara semua hal menakutkan, berhadapan dengan rumitnya isi pikiran masih jadi yang sulit saya lakukan.

mengawali karir sebagai penulis, bagi saya, memulai petualangan dengan ide-ide yang dulu hanya terkunci di konstelasi rencana. tanpa malah mengglorifikasi profesi ini, saya merasa beruntung karena diberi kesempatan untuk berada pada garis takdir yang sudah saya lalui sejak lama.

kini, melalui tanggung jawab rutin menulis setiap hari, saya kembali dipaksa bertemu dengan kemalasan-kemalasan untuk menemukan diri saya sendiri. untuk membaca hidup lebih luas lagi. untuk belajar banyak; dari yang sedikit saya ketahui.

heheh, luv.

--

--

Zury Muliandari
Zury Muliandari

Written by Zury Muliandari

Perihal pekerjaanku; menjadi penulis untuk kantor di kepalamu | Mari terhubung, IG: @zu.ryyy

Responses (2)