Alisha dan minyak telonnya yang menghangatkan saya
hari-hari saat pandemi yang ngeselin ini melanda negeri adalah hari-hari terbrengsek bagi seluruh jiwa dan raga saya. mungkin karena saya tidak terbiasa berada di rumah, alergi terhadap hubungan keluarga yang tidak harmonis telah mengantar saya menjadi anak sulung yang sering lupa alamat tempat tinggal orangtua. sehingga dalam langkah saya, ‘pulang’ adalah arah tuju yang amat sangat tidak ramah.
sesuai prediksi, awal pekan berdiam di sini kepala saya langsung penuh dengan amarah (yang malah membuat saya menangis tentunya). kamu harus percaya, riset yang mengatakan bahwa saat swakarantina berlangsung angka kekerasan domestik malah jadi naik adalah benar adanya. memiliki orangtua tempramen membuat saya harus berdekatan dengan perilaku yang sangat tidak humanis. tapi saya cuma bisa meronta di telinga kata-kata. puisi nelangsa yang sesak dengan nestapa seketika penuh di buku catatan harian saya. “seribu tuhan ini berat” kalau kata baskara di lirik lagunya yang berjudul evakuasi.
hingga kemarin saya sadar sekaligus kebingungan, sebab segala sumpah serapah sudah saya ucap. semua hal juga sudah saya salahkan atas kejadian ini. dan pada saat itu, saya merasa kosong. saya tidak mendapatkan apapun dari kemarahan saya. yang ada malah berita korban si virus setiap harinya terus bertambah; sebuah kabar lain yang berkata bahwa saya akan berada lebih lama di bangunan yang gentengnya berkali-kali saya doakan rubuh ini. saat termenung itu pula, secara bersamaan adik saya menangis. si bungsu yang tak diinginkan lahir oleh ibu. katanya, dia anak kebablasan.
dia perempuan yang rambutnya ikal seperti saya. belum bisa banyak bicara tapi sudah lumayan nyambung kalau diajak main drama. alisha, ini beberapa hal yang ingin kukatakan padamu :
-pertama, kakakmu ini adalah orang bodoh. ia tau jangankan membaca, mengenal huruf abjad pun kamu belum bisa, tapi dia malah menulis kalimat ini dan berharap kau memahaminya.
-kamu cantik alisha, sangat cantik. aku mengagumi kecantikanmu dengan hati selembut awan di atas langit rumah kita yang warnanya sering kelabu. tapi anehnya, aku tidak pernah merasa insekyur saat berhadapan denganmu. kecantikanmu justru membuat aku bersyukur telah memilikimu. jauh berbeda jika aku berada di hadapan teman-temanku. tak ada riasan wajah yang harus kubandingkan, tak ada noda yang mesti kututupi. dihadapanmu, aku merasa sempurna dan utuh, meski ayah seringkali membuatku rapuh.
-tak ada kebahagiaan yang menandingi tanganmu saat memelukku. tidak ada alisha, percayalah. atau saat kau memanggilku untuk memandikanmu di sore hari, atau saat kau memanggilku membuatkan susumu satu jam sekali, atau saat jemarimu yang mungil itu menyentuh kulit wajahku dan pelan mengeja “kakak cantik” sungguh, aku bahagia alisha!
-kemarin aku merekam tangismu dalam video, dalam rekaman itu, kau menangis tersedu sambil ngoceh “gapapa” hei, bagaimana bisa anak sekecil bahkan sebayi engkau tau mantra semacam itu? kau belajar darimana alisha? kenapa kau menangis namun berucap seperti itu? kau adalah guru terbaikku, alisha.
-kemarin juga untuk pertama kalinya aku membiarkanmu berlari ke luar pagar. biasanya aku enggan menuruti permintaanmu yang itu, karena di luar banyak motor berlalu lalang, aku terlalu mager untuk mengejarmu agar tidak tersenggol knalpot yang panas itu. tetapi kemarin, aku malah membiarkanmu berjalan, terus berjalan tanpa mencegah sedikitpun. aku terus mengawasimu dari belakang hingga akhirnya kau kugendong dan kita berputar arah. betapa bahagianya aku bisa memetik banyak bunga untukmu, menjelaskan banyak warna meski kau tak mempedulikannya, lalu memberitahumu bahwa putri malu akan kuncup jika disentuh. kau tertawa saat menyentuh putri malu itu, kau juga tertawa saat aku kewalahan memetik jambu untukmu. kau tertawa begitu riang, adikku. sungguh, tawamu mengalahkan banyak sekali obat penenang yang sering kuminum di kamar kosan. aku tidak tahu apakah ini berlebihan atau apalah, tapi aku jujur, bagaimana caramu membuat luka di dadaku sembuh dalam satu kedipan mata? hey, semesta lucu sekali bercandanya.
-jika kelak kau lupa, di sudut rumah kita ada aquarium yang tidak diisi oleh banyak ikan. hanya tersisa 2 dari 5 yang mati. setiap pagi, setelah bangun tidur kau pasti mendekat ke aquarium tersebut lalu menyapa 2 ikan itu begini, “hai ikan, udah makan?” yatuhan, aku ingin menghamba pada kebaikanmu di tubuh gadis kecil ini.
-tadi sore kau mengeluh sakit perut, kau bilang, “kak, ambin oyon” kemudian diperjelas oleh ibu, “itu dia suru ambil telon, minyak telon, olesin ke perutnya lagi sakit” sayang, aku akan jadi orang paling norak karena bisa khawatir sekhawatirnya kalau kamu kenapa-napa.
-alishaku sayang, aku masih membutuhkanmu, tetap sehat dan selalu menangislah saat rumah ini sudah terasa sepi. aku merasa tidak sendiri, aku merasa ditemani oleh ketidakmampuanmu memberitau sesuatu kepada ibu dengan tangisan. sebab aku juga begitu, aku ingin sekali memberitahu ibu banyak hal, tapi aku takut hatinya teriris atau malah aku yang tak henti, menangis.