5 perspektif hidup yang saya cintai di usia 25 (bagian I)
saya ingin terus menulis jejak di laman ini. meski jaraknya berjauhan, semoga tetap bisa saya rangkum sebagai arsip dari petualangan pikiran. berikut untuk malam ini;
1. “we must quiet the mind to truly hear” -Adjie Santosoputro
mungkin: yang penting dari hidup adalah merasa “hidup” setiap harinya. merasa memiliki “sekarang” dan berdamai dari belenggu masa lalu atau ketakutan tentang masa depan yang berlebihan.
saya kira ini merupakan level pemikiran paling sederhana walaupun rumit untuk konsisten menerapkannya.
saya mengenal pola ini sebagai mindfulness, sebuah kekuatan pikiran untuk mereduksi beragam emosi dan hanya memilih fokus pada hal-hal yang punya makna esensial (tolong koreksi jika saya keliru). pertama kali jatuh cinta dengan perspektif ini seingat saya tatkala membaca buku Sejenak Hening karya Adjie Santosoputro pada tahun 2015. delapan tahun berlalu, setiap halaman dari buku itu rasanya masih terus mengajak saya bicara untuk memahami arti “hening” yang sebenarnya.
selain Adjie, pemikiran Gobin Vashdev dan almarhum Reza Gunawan juga begitu menarik untuk membuat saya lekat dengan mindfulness.
dampaknya? dalam banyak momen, terutama saat badai-badai hidup yang menyerang saya di usia 25 sejauh ini mampu teratasi dengan mengurangi efek domino stres yang dimunculkan dari stres itu sendiri. kadang bahkan seperti sedang menjalani rangkaian terapi holistik yang dikendalikan oleh kekuatan dari perspektif ini.
saya juga merasa lebih mudah terkoneksi dengan lingkungan, kegiatan atau bahkan keputusan-keputusan yang memiliki peran cukup penting dalam memulihkan kepercayaan diri dan komitmen untuk hidup berkesadaran.
menariknya, saya jadi memiliki satu asumsi; bahwa pilihan-pilihan dalam hidup seseorang mungkin saja sangat berkorelasi dengan literatur yang dipilih sebagai referensi dari cara ia berpikir dan bersikap.
maka bila saja saat ini kita merasa sedang amat kebingungan dan tak memiliki ketenangan dalam hidup, bisa jadi itu karena kita sedang membatasi banyak perspektif untuk hidup dalam diri kita.
jadi, jangan lupa “sejenak hening” untuk mendengar keriuhan yang pantas kita dengar, yaa!
2. manifestasi itu nyata.
belakangan, law of attraction memang agak masif dibahas di sosial media. tapi tentu saja saya tidak akan mengulas atau mendefinisikannya lagi di sini. saya hanya ingin bilang kalau hukum alam tersebut berhasil membuat saya kembali jatuh cinta pada hidup.
saya menyadari diri saya lebih sering tersenyum saat mulai meyakini perspektif ini. saya menemukan keagungan dalam berserah saat melatih kemampuan bermanifestasi. saya tahu apa yang saya butuhkan, apa yang saya inginkan, apa yang penting saya alami dan apa yang saya pilih untuk terjadi.
saya makin melihat kekuasaan Tuhan saat saya merasa utuh dengan manifestasi yang saya miliki. persis seperti ayatnya, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku”
singkatnya, hidup di usia 25 membuat saya banyak mengulang memori dan tidak ingin berhenti sampai hidup menulis “selesai”
akan bersambung ke bagian selanjutnya