2020,
bagaimana jika kukatakan, 2020 mirip dengan tubuhmu yang sering kedinginan namun selalu menolak saat kutawarkan secangkir pelukan?
padahal tahun ini kita sama-sama menggigil, tuanku. tetapi masih saja kepalamu keras. dan bibirmu terlampau panas.
kau jatuhkan cangkir itu hingga pecah, tumpahkan kalah ke lantai jiwa yang tak salah.
tuan, mengapa egomu kian serkah?
ingatlah, ratusan hari ajarkan kita untuk pasrah. bahwa hidup bukan melulu tentang maju. sekarang, sudah tiba eranya diam. jeda waktu untuk berpikir dan mendengar. tengoklah dulu pinta hatimu yang kau abai. sebab di mana-mana ada badai, di saku celanamu, isi dompetmu, ranjang tidurmu, rambut kekasihmu, juga kunci motor tuamu. hey, mau kemana? tak mungkin jumpa si nona tenang di luar sana. rugi larimu, karena marah hanya tuntun ragu ke fase lelah.
di sini, di lantai yang kau hina tadi, tercecer sesal penuh cinta. sisa sedikit lara untuk kau iba dan tangisi, telah kupungut rapi-rapi.
2020 dan kamu, sama angkuh dan rapuh. tetapi aku mau, rangkai senyum kita jadi utuh. masihkah kau, tuanku?
tulisan ini bagian dari proyek menulis bersama yusmar abdillah , RN Nabila , dan Andani 🍒